CSR BI: KPK Dalami Peran 2 Eks Anggota DPR di Kasus Korupsi

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengintensifkan penanganan kasus dugaan korupsi Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Fokus utama penyelidikan saat ini tertuju pada keterlibatan dua anggota Komisi XI DPR periode 2019—2024, Satori dan Heri Gunawan.

Satori, politisi dari Partai Nasdem, dan Heri Gunawan dari Partai Gerindra, telah berulang kali diperiksa oleh penyidik KPK terkait kasus ini. Keduanya, yang sebelumnya menjabat anggota Komisi Keuangan DPR, diduga kuat terlibat dalam penyalahgunaan dana CSR (Corporate Social Responsibility) dari bank sentral tersebut.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa timnya masih terus mendalami seluruh keterangan saksi dan bukti-bukti yang telah dikumpulkan. Penyelidikan kini difokuskan pada pola penggunaan dana CSR Bank Indonesia oleh Satori dan Heri, sesuai dengan laporan awal yang diterima masyarakat.

“Semua kami dalami, sementara ini kami fokus pada penggunaan dana CSR oleh ST dan HG. Sesuai laporan awal masyarakat kepada kami,” tegas Asep kepada wartawan, Minggu (6/7/2025).

Meski demikian, lembaga antirasuah ini belum mengumumkan penetapan tersangka dalam kasus ini. Namun, Asep memberikan sinyal bahwa pengumuman tersangka akan dilakukan dalam waktu dekat. “Dalam waktu dekat akan kami tetapkan tersangkanya. Ditunggu saja,” lanjut Asep, yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.

Berdasarkan catatan Bisnis, proses penyidikan telah melibatkan penggeledahan di rumah Satori dan Heri. Selain itu, yayasan yang terafiliasi dengan kedua politisi tersebut juga telah menjadi objek pengusutan KPK. Diduga, dana PSBI yang seharusnya digunakan untuk program sosial tidak disalurkan sesuai peruntukannya.

KPK menduga bahwa yayasan-yayasan yang dikelola Satori dan Heri telah menerima dana PSBI, namun penggunaan dana CSR tersebut menyimpang dari fungsi sebenarnya. Sebagai contoh, jika dana awal dialokasikan untuk membangun 50 unit rumah rakyat, kenyataannya hanya sebagian kecil saja yang terealisasi. “Tidak 50-nya dibangun. Tapi hanya misalkan 8 atau 10. Terus yang 40-nya ke mana? Ya itu tadi. Yang 40-nya dalam bentuk uangnya tidak dibangunkan rumah. Akhirnya dibelikan properti. Yang baru ketahuan baru seperti itu,” ungkap Asep dalam kesempatan terpisah.

Dalam perkembangan lain, beberapa anggota DPR lain dari Komisi XI juga telah dimintai keterangan oleh KPK. Mereka di antaranya adalah Charles Meikyansyah (Nasdem), Fauzi Amro (Nasdem), Dolfie Othniel Frederic Palit (PDIP), serta Ecky Awal Mucharam (PKS). Khusus Dolfie, ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Ketua Panja Pengeluaran Rencana Kerja dan Anggaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain itu, sejumlah pihak dari Bank Indonesia (BI) juga telah dipanggil dan diperiksa penyidik. Mantan Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, dan mantan Kepala Divisi Hubungan Kelembagaan BI, Irwan, didalami keterangannya mengenai proses dan prosedur penganggaran, pengajuan, hingga pencairan PSBI, serta pembahasan anggaran tahunan bank sentral. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta, juga diagendakan diperiksa pada Kamis (19/6/2025), namun berhalangan hadir karena tugas luar negeri. Hal ini dikonfirmasi oleh KPK dan Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso.

Menanggapi proses hukum ini, Ramdan Denny Prakoso menegaskan komitmen Bank Indonesia untuk terus berkoordinasi dan mendukung penuh upaya penegakan hukum oleh KPK. “Bank Indonesia menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan berkomitmen untuk mendukung sepenuhnya upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” jelas Ramdan.

Meskipun sejumlah pejabat BI telah dipanggil, Gubernur BI Perry Warjiyo sampai saat ini belum diperiksa sebagai saksi, kendati ruang kerjanya telah digeledah penyidik pada Desember 2024. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyatakan bahwa pemanggilan Perry sebagai saksi akan sangat bergantung pada kebutuhan penyidik. “Nanti setelah proses pemeriksaan yang lain ini. Jadi semua tergantung kebutuhannya dari penyidik ya, apakah diperlukan pemeriksaan atau tidak,” ujar Setyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025).