weplaywordgames – , Jakarta – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto meminta kader, anggota, dan simpatisan partainya untuk tetap tenang usai dituntut 7 tahun penjara. Hasto mengklaim apa yang dia lakukan merupakan pengorbanan.
“Percayalah bahwa kebenaran akan menang,” kata Hasto usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, 3 Juli 2025, dikutip dari keterangan PDIP. Menurut dia, sikap yang telah diambil sudah dikalkulasi secara politik.
Hasto merasa tuntutan ini adalah konsekuensi dari sikap politiknya yang secara konsisten tidak tunduk pada kekuasaan. Dia mengklaim memperjuangkan nilai-nilai dan demokrasi. “Sejak awal saya sudah memperhitungkan risiko kriminalisasi,” katanya.
Hasto Kristiyanto dituntut melanggar Pasal 21 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 65 ayat 1 Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) untuk perbuatan korupsinya. Dia juga dituntut melanggar Pasal 5 Ayat (1) UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP atas perintangan penyidikan.
Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawan Yunarwanto membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis, 3 Juli 2025. JPU juga menuntut agar hakim menghukum Hasto membayar pidana denda sebesar Rp 600 juga. Apabila tidak membayar, diganti kurungan selama enam bulan.
Adapun hal yang memberatkan tuntutan Hasto adalah dia tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, dia juga tidak mengakui perbuatannya. Hal yang meringankan adalah Hasto bersikap sopan dalam persidangan dan memiliki tanggungan keluarga. Selain itu, dia belum pernah dihukum.
Menurut Todung Mulya Lubis, salah satu kuasa hukum Hasto, tuntutan tersebut tidak berdasar dan disebut sebagai omon-omon, istilah yang dipopulerkan Prabowo Subianto saat kampanye yang menunjuk pada omong kosong tanpa bukti yang kuat.
Todung menyoroti dua tuduhan utama, yakni obstruction of justice dan tindak pidana suap. “Tidak ada bukti-bukti yang kuat. Sehingga ini seperti omon-omon,” kata Todung usai sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta, Kamis 3 Juli 2025. Dia menilai persidangan ini sebagai miscarriage of justice atau peradilan sesat. Salah satu alasan utamanya adalah keterlibatan penyidik sebagai saksi bahkan ahli.
Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Praswad Nugraha mengatakan tuntutan yang dilayangkan jaksa kepada Hasto merupakan bentuk penegakan hukum yang tanpa pandang bulu. Praswad mengatakan, publik perlu memahami bahwa kasus ini memiliki dampak yang jauh lebih luas dibanding sekadar nilai suap.
Praswad menegaskan bahwa perkara ini bukan hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem penegakan hukum. “Jangan sampai masih ada pihak-pihak lain yang juga terlibat dalam proses perintangan penyidikan dalam perkara ini namun bisa bebas tanpa ada konsekuensi hukum,” katanya dalam keterangan tertulis pada Kamis, 3 Juli 2025.
Rizki Yusrizal dan Anggia Leksa Putri berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Dari GBHN ke PPHN: Seberapa Penting Haluan Negara?