Seorang pria berinisial ACS berhasil diringkus oleh penyidik Dittipidter Bareskrim Polri atas dugaan tindak pidana penambangan pasir ilegal di wilayah Klaten, Jawa Tengah. Penangkapan ini menjadi sorotan serius terkait praktik eksploitasi sumber daya alam yang merugikan negara.
Kasus ini terungkap pada Selasa, 27 Mei 2025, setelah Bareskrim Polri melakukan penyelidikan mendalam. Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifudin, dalam jumpa pers di Mabes Polri pada Rabu, 11 Juni, menjelaskan bahwa meskipun aktivitas penambangan ilegal ini baru berjalan selama dua pekan, kerugian negara yang ditimbulkan sudah mencapai angka fantastis, yakni Rp 1 miliar. “Dua minggu saja sudah Rp 1 miliar, bisa dibayangkan kalau ini berlangsung lebih lama lagi,” tegas Brigjen Nunung, menggarisbawahi dampak serius dari kegiatan tersebut. Selain menangkap pelaku, polisi juga berhasil menyita barang bukti krusial berupa satu unit ekskavator yang digunakan dalam operasi ilegal itu, serta dokumen-dokumen penting terkait hasil penjualan pasir.
Pengungkapan kasus tambang ilegal ini bermula dari laporan yang diterima kepolisian dari sebuah perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sah. Kasubdit IV Dittipidter Bareskrim Polri, Kombes Pol Edy Suwandono, menjelaskan bahwa pelaku menambang di wilayah yang sebenarnya sudah memiliki izin usaha pertambangan yang dikelola oleh pihak lain. “Jadi pemegang IUP dia punya izin tapi wilayah izin usaha pertambangannya dia itu ditambang sama orang lain,” ujar Kombes Edy, menunjukkan pelanggaran hak yang jelas.
Dalam operasi penambangan pasir ilegal ini, ACS diketahui berperan sebagai koordinator lapangan. Pasir dan batu-batuan hasil penambangan yang dilakukan secara tidak sah ini kemudian dijual kepada toko-toko bangunan, yang selanjutnya digunakan untuk berbagai proyek konstruksi seperti pembangunan rumah, jembatan, dan infrastruktur lainnya. Ini menunjukkan bagaimana material ilegal bisa masuk ke pasar dan mendukung kegiatan pembangunan.
Akibat perbuatannya, ACS dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juncto Pasal 5 dan/atau Pasal 56 KUHAP. Ancaman pidana yang menanti pelaku tidak main-main, yakni pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar, menegaskan komitmen penegak hukum dalam memberantas kejahatan pertambangan ilegal di Indonesia.