Novel Baswedan Cs. Masuk Satgassus Penerimaan Negara: Apa Dampaknya?

JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo secara resmi membentuk Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Optimalisasi Penerimaan Negara. Pembentukan Satgassus ini menjadi sorotan karena menggandeng Novel Baswedan bersama sejumlah mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya terdampak oleh hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) pada era Komjen (Purn) Firli Bahuri.

Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara ini mengemban tugas vital, yakni mendampingi kementerian-kementerian terkait guna meningkatkan penerimaan negara dari berbagai sektor. Harapannya, upaya ini mampu memberikan dukungan signifikan terhadap program pembangunan yang dicanangkan oleh Pemerintah.

Struktur kepemimpinan Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara diisi oleh figur-figur berpengalaman. Herry Muryanto, mantan deputi supervisi KPK, ditunjuk sebagai kepala Satgassus, sementara Novel Baswedan, penyidik senior KPK yang namanya tidak asing lagi, menjabat sebagai wakil kepala. Anggota Satgassus, Yudi Purnomo Harahap, menjelaskan bahwa dengan keanggotaan yang terdiri dari mantan pegawai KPK yang memiliki rekam jejak mumpuni dalam penanganan kasus korupsi dan keahlian dalam tata kelola pemerintahan yang baik, tim ini diharapkan mampu optimal dalam mendukung peningkatan penerimaan negara. Sebelumnya, mereka telah tergabung dalam Satgassus Pencegahan Korupsi.

Dalam kurun waktu enam bulan terakhir, Satgassus ini telah intens berkoordinasi dengan beragam instansi kunci, termasuk Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Kementerian ESDM. Selain itu, kolaborasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga dilakukan untuk memantau langsung situasi di Pelabuhan Jawa Timur pada 7-9 Mei 2025 dan Pelabuhan Benoa pada 11-13 Juni 2025, mengindikasikan fokus pada sektor-sektor strategis.

Secara lebih spesifik, Hotman Tambunan, Ketua Tim Satgassus Sektor Perikanan, menyoroti besarnya potensi peningkatan pendapatan negara di sektor kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, Satgassus berupaya keras untuk mensinergikan dan mendampingi para pemangku kepentingan lintas instansi, lembaga, serta kementerian, baik di tingkat pusat maupun daerah, seperti KKP, Kemenhub, dan pemerintah provinsi (pemprov). Dalam kunjungannya ke dua pelabuhan perikanan, yaitu Pelabuhan Perikanan Mayangan di Probolinggo, Provinsi Jawa Timur, dan Pelabuhan Perikanan di Benoa, Provinsi Bali, Satgassus bertekad memetakan masalah, menawarkan solusi, dan mengawal implementasinya demi peningkatan PNBP di sektor perikanan.

Salah satu permasalahan krusial yang teridentifikasi dan memerlukan penanganan cepat untuk mendongkrak PNBP adalah masih banyaknya kapal penangkap ikan, baik di bawah maupun di atas 30GT, yang beroperasi di atas 12 mil laut namun belum memiliki izin penangkapan ikan. Akibatnya, seperti disampaikan oleh Hotman, ikan hasil tangkapan dari kapal-kapal tanpa izin tersebut tidak dapat dikenakan pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Meskipun beberapa kapal telah mengajukan perizinan, prosesnya masih terkendala dan membutuhkan waktu yang cukup lama, menjadi salah satu hambatan utama dalam optimalisasi penerimaan negara dari sektor perikanan.