Paritas Daya Beli: Definisi, Rumus, dan Contohnya

weplaywordgames – , JakartaBank Dunia akan menggunakan standar pengukuran kemiskinan terbaru yang didasarkan pada paritas daya beli (purchasing power parity/PPP). Dalam laporan yang dijadwalkan terbit pada Juni 2025, Bank Dunia akan mengadopsi data paritas daya beli tahun 2021 yang telah dirilis oleh International Comparison Program (ICP) pada Mei 2024. Pembaruan ini merupakan langkah krusial untuk memastikan perolehan data kemiskinan global yang lebih akurat dan relevan.

Perubahan ini menandai penggantian data paritas daya beli tahun 2017 yang selama ini menjadi acuan utama Bank Dunia. Dengan adopsi data terkini ini, Bank Dunia berupaya menyajikan gambaran kemiskinan yang lebih presisi dan sesuai dengan dinamika ekonomi global saat ini, memberikan dasar yang lebih kokoh untuk analisis kebijakan.

Menurut penjelasan dari Bank OCBC, paritas daya beli adalah sebuah konsep fundamental dalam ekonomi makro yang seringkali digunakan untuk membandingkan produktivitas dan standar hidup antarnegara. Konsep ini bekerja melalui prinsip keseimbangan mata uang dan harga barang identik di dua negara yang berbeda. Teori paritas daya beli mensyaratkan bahwa barang-barang serupa harus memiliki harga yang setara di berbagai negara, di mana perbedaan harga semata-mata ditentukan oleh nilai tukar nominalnya.

Secara teoritis, paritas daya beli memiliki nilai praktis yang signifikan bagi pelaku perdagangan mata uang asing serta investor saham atau obligasi internasional. Dengan memahami konsep ini, mereka dapat memprediksi fluktuasi mata uang global dan mengidentifikasi potensi risiko terburuk. Merujuk pada Pilbeam (2006), teori paritas daya beli dapat didekati melalui dua metode utama: secara absolut dan relatif.

Dalam pendekatan paritas daya beli absolut, nilai tukar antarnegara ditentukan dengan membandingkan harga sekelompok produk yang identik di masing-masing negara. Sementara itu, Pilbeam (2006) menjelaskan bahwa teori paritas daya beli relatif menentukan nilai tukar berdasarkan perbedaan tingkat inflasi yang terjadi di dua negara yang melakukan transaksi ekonomi.

Penerapan paritas daya beli menawarkan beberapa keunggulan substansial. Ini memungkinkan perbandingan data ekonomi antarnegara menjadi lebih relevan dan kredibel. Selain itu, PPP berfungsi sebagai tolok ukur yang efektif untuk mengidentifikasi tren ekonomi jangka panjang. Kelebihannya juga terlihat dalam kemudahan perbandingan, terutama ketika suatu negara mungkin memanipulasi nilai tukarnya atau saat terjadi serangan spekulatif pasar yang signifikan.

Meskipun demikian, teori paritas daya beli tidak luput dari beberapa kelemahan yang patut diperhatikan. Salah satu kritik utamanya adalah ketidakmampuannya dalam mempertimbangkan perbedaan kualitas barang yang dianggap serupa di berbagai negara. Preferensi dan selera konsumen antarnegara juga cenderung beragam, yang tidak sepenuhnya terakomodasi dalam teori ini. Selain itu, PPP sering dianggap kurang realistis karena tidak memperhitungkan kendala dalam perdagangan internasional, seperti biaya transportasi dan hambatan perdagangan, serta ketersediaan produk yang kurang merata di berbagai wilayah.

Sejalan dengan pembaruan data PPP 2021, Bank Dunia telah merevisi batas garis kemiskinan dunia secara signifikan. Batas garis kemiskinan global kini meningkat dari semula US$2,15 menjadi US$3 per kapita per hari. Untuk negara berpendapatan menengah bawah, batas kemiskinan naik dari US$3,65 menjadi US$4,20 per kapita per hari. Sementara itu, negara berpendapatan menengah atas melihat peningkatan batas dari US$6,85 menjadi US$8,30 per kapita per hari.

Perhitungan jumlah masyarakat miskin oleh Bank Dunia yang menggunakan standar PPP 2021 ini sangat berbeda dengan pendekatan yang diterapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia. BPS mengukur garis kemiskinan nasional dengan metode kebutuhan dasar (cost of basic needs/CBN), yaitu pengeluaran minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan.

Berdasarkan data kebutuhan dasar, BPS menetapkan garis kemiskinan nasional saat ini sebesar Rp595.242 per orang per bulan, atau sekitar Rp2.803.590 per rumah tangga miskin. Oleh karena itu, tingkat kemiskinan di Indonesia per September 2024 tercatat sebesar 8,57 persen, atau sekitar 24,06 juta jiwa. Angka ini terpaut sangat jauh dari estimasi Bank Dunia yang menyatakan bahwa ada 194 juta orang miskin di Indonesia berdasarkan perhitungan PPP terbaru mereka.

Anastasya Lavenia Y dan Antara berkontribusi dalam artikel ini.

Pilihan Editor: Kemiskinan Ekstrem di Indonesia Naik Menjadi 15,42 Juta Jiwa